ERA 4.0 atau istilah lainnya era industri 4.0 sebagai suatu kondisi dunia yang mengedepankan teknologi digital untuk mendukung aktivitas manusia di dunia pekerjaan dan kehidupan sehari-hari. Efektivitas dan efisiensi menjadi kata kunci yang dikejar oleh era 4.0 sehingga sebagian dari interaksi dan pekerjaan dapat dilakukan dengan perangkat yang terhubung dengan jaringan internet.
Pengiriman dokumen, absen kehadiran dan rapat kerja dapat dilaksanakan di depan handphone atau komputer. Era siber melahirkan pertumbuhan kehidupan di dalam dunia maya melalui perkembangbiakan aplikasi-aplikasi digital menurut fungsinya masing-masing.
Kehidupan dunia maya dengan berbagai struktur pondasi sistem yang diciptakan secara digital telah menghasilkan bentuk bangunan digital yang memiliki manfaat dan dampak yang ditimbulkan.
Manfaat aplikasi Zoom meeting dan Google Meet mampu mendekatkan jarak bagi pengguna di tengah kesibukan dan lokasi domisili. Beberapa aplikasi ini sebagai sedikit contoh dampak dari manfaat aplikasi digital di tengah keberhasilan era 4.0 dalam mendukung aktivitas manusia. Fenomena pertumbuhan aplikasi digital ilegal turut berjalan dalam suasana ini dan memberikan dampak buruk bagi keamanan dunia siber seperti pada tindakan kejahatan siber.
Tantangan Era 4.0 dalam Membentuk Perilaku Manusia
Kelahiran berbagai aplikasi digital memberikan alternatif kepada manusia untuk memilih aplikasi apa yang diinginkan. Situasi yang penting untuk di cermati adalah kebiasaan apa yang dilakukan manusia dengan sejumlah aplikasi yang ada.
Apakah aplikasi-aplikasi digital dipergunakan untuk mencapai kinerja produktif atau sebaliknya membuat manusia tidak produktif dengan pekerjaan yang ada. Dunia maya dengan dunia nyata secara umum memiliki karakteristik yang sama seperti terdapat tatanan kehidupan (bangunan sistem aplikasi), interaksi (komunikasi dan transaksi) dan kegunaan (manfaat dan kebutuhan).
Mencermati penggunaan aplikasi digital pada segmentasi usia anak hingga orang tua maka secara dini dapat dinyatakan munculnya kebiasaan baru di tengah kehidupan sosial saat ini. Kebiasaan baru tersebut dapat dicermati di mulai dari keluarga.
Kita perlu untuk memastikan kebiasaan baru tersebut turut memperkuat kehidupan sosial di tengah keluarga atau sebaliknya. Tulisan kecil ini sebagai permulaan untuk mendeteksi ke arah mana pertumbuhan anggota keluarga dalam suatu keluarga dengan kebiasaan baru dari aplikasi-aplikasi digital yang ada di handphone.
Kebiasaan baru di era digital yang cenderung bertatapan dengan layar android dan sejenisnya secara pasti telah mengabaikan interaksi sosial di sekitar. Pada proporsi yang tepat kebiasaan ini tentu tidak akan berdampak. Kemampuan menguasai diri dari kebiasaan yang tidak produktif di depan layar android menjadi tantangan besar tidak hanya bagi generasi muda namun juga di kalangan orang tua.
Tantangan Nasionalisme Terhadap Globalisme
Setelah memberikan argumentasi potensi pergeseran perilaku manusia di era 4.0 sudah saatnya kita masuk pada arena yang lebih fundamental dari aspek ketahanan nasional. Nasionalisme sebagai ajaran yang berisi tentang upaya menjaga identitas bangsa dengan segala nilai-nilai yang melekat dan telah teruji mampu sebagai alat perekat bangsa. Nilai kekeluargaan, gotong royong, saling menghormati, teloransi, sebangsa dan setanah air sebagai bagian dari instrumen yang terdapat dalam ajaran nasionalisme Indonesia.
Globalisme dalam artian ringkas sebagai ajaran yang mengedepankan nilai-nilai global dalam interaksi manusia. Menguatnya ajaran global dalam bentuk pertemuan budaya luar dengan budaya nasional melalui jaringan digital internet tidak terhindarkan saat ini. Tidak menampik terdapat nilai positif dari ajaran global seperti nilai demokrasi dengan beragam prinsipnya.
Koreksi yang menguat terhadap hal ini adalah apakah penerapan nilai demokrasi telah hadir dalam kehidupan warga net. Seperangkat peraturan dalam bentuk undang-undang informasi teknologi telah berhasil meminimalisir dampak buruk dari situasi yang dapat muncul di dunia warga net.
Meski demikian perilaku interaksi dengan tutur bahasa dan respon yang kurang mendidik cenderung menghiasi kehidupan warga net. Menggunakan internet untuk mencari nafkah sedikit banyaknya menduplikasi kebiasaan global untuk mendapatkan uang. Transaksi positif dan transaksi negatif turut menghiasi konten isi sehingga tidak sedikit kasus penipuan dan kasus amoral di dunia digital terjadi.
Globalisme mencoba mewujudkan bagaimana manusia mendapatkan cara pandang yg sama. Globalisme menghendaki segala sesuatu berjalan dengan tradisi global. Tradisi global tidak selalu mendapat nilai yang sama dalam tradisi lokal. Tradisi lokal dengan norma sosial yang ada membatasi manusia berperilaku tidak sewajarnya. Sopan santun dalam tradisi global tidak sama persis dengan nilai sopan santun yang di terapkan dalam tradisi lokal.
Sama halnya perbedaan nilai tersebut juga berbeda pada saat kita memahami nasionalisme dengan nasionalisme global. Nasionalisme menitikberatkan pada implementasi nilai-nilai yang melekat dalam jati diri suatu bangsa. Sementara itu nasionalisme global menitiikberatkan pada nilai jati diri dari mayoritas antar bangsa dari negara-negara yang menyatukan diri dalam sebuah lembaga perkumpulan.
Penulis: Dr.Sos. Rudi Salam Sinaga, S.Sos,.M.Si, Dosen Pascasarjana Universitas Medan Area