SUMSEL (FN) - Jelang berakhirnya kepemimpinan Gubernur dan Wakil Gubernur Sumsel , Herman Deru-Mawardi Yahya mendapatkan rapor merah lingkungan hidup yang diberikan oleh aktivis Kawali Sumsel, Selasa (6/6).
Rapor merah tersebut diberikan dalam aksi massa memperingati Hari Lingkungan Hidup se-Dunia yang selalu diperingati setiap tanggal 5 Juni. Hampir satu periode kepemimpinan Herman Deru-Mawardi Yahya penanganan masalah perusakan lingkungan dan tambang yang ada di Bumi Sriwijaya, dinilai tak pernah selesai.
Padahal sudah menjadi tugas Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sumsel dalam menjaga lingkungan lewat aturan serta kebijakan yang menjadi tanggungjawabnya. Apalagi membangun lingkungan hidup dan meningkatkan ketahanan bencana dan perubahan iklim tertuang dalam agenda RPJMD 2020-2024, Komitmen ini diarahkan melalui kebijakan 1) peningkatan kualitas lingkungan hidup, 2) peningkatan ketahanan bencana dan iklim, serta 3) pembangunan rendah karbon.
Namun Koalisi Kawali Sumsel melihat capaian yang dilakukan pemerintahan HD&MY dalam menjaga dan melindungi lingkungan dinilai Buruk. Karena Pemda telah mengabaikan sejumlah ketentuan dalam peraturan perundang-undangan serta jauh dari kajian lingkungan hidup yang strategis ini terlihat banyak bencana yang melanda Provinsi Sumatera Selatan.
"Awal tahun ini saja, tentu masih segar diingatan kita semua dengan banjir bandang yang terjadi di Kabupaten Lahat, Muara Enim dan Musi Rawas. Hal itu merupakan akumulasi dari dampak kerusakan lingkungan yang terjadi sehingga berakibat hilangnya daerah serapan karena berubahnya alih fungsi hutan dan tata ruang yang buruk," kata Ketua KAWALI Sumsel, Chandra Anugrah dalam keterangan resmi yang diterima redaksi, Selasa (6/6).
Lebih lanjut dia mengatakan pihaknya mencatat, lemahnya penindakan dari aparat pemerintah terutama Dinas Lingkungan hidup provinsi terhadap perusahaan - perusahaan yang dilaporkan oleh kawali sedang bermasalah bahkan terkesan tutup mata.
Sederet perusahaan tersebut PT Musi Prima Coal dan kontraktornya PT Lematang Coal Lestari, PT Sriwijaya Bara Priharum, PT Bara Alam Utama, PT Duta Alam Selaras, PT Bara Alam Selaras, PT Mustika Indah Permai, PT Satria Mayangkara Sejahtera, PT Putra Hulu Lematang.
"Fakta di lapangan bahwa masih banyak perusahaan yang melakukan alih fungsi sungai di wilayah - wilayah tertentu. Pemberian proper juga terkesan merupakan pesanan bagi perusahaan-perusahaan tertentu saja, bahkan disinyalir ada permainan dengan oknum Dinas LHP Provinsi Sumsel. Apalagi banyak perusahaan yang terbukti melanggar lingkungan justru diberikan rekomendasi proper biru yakni PT Bara Alam Utama dan PT Sriwijaya Bara Priharum," jelasnya.
Selain itu, dengan mempertimbangkan aspek kebijakan dan regulasi serta aspek ekologi. Koalisi Kawali Sumsel meminta Gubernur Sumsel untuk melakukan introspeksi di sisa masa kepemimpinan. Selain itu, Gubernur juga diminta mengambil langkah tegas dengan mengevaluasi secara menyeluruh jajaran Dinas Lingkungan Hidup dan Pertanahan Sumsel.
Mencopot jabatan Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Pertanahan, berikut Kabid Pencemaran Limbah B3 dan Kabid Gakkum yang dianggap tidak maksimal dalam kerjanya selama ini.
"Sampai saat ini, kami melihat kepemimpinan Gubernur Herman Deru dan Wakil Gubernur Mawardi Yahya yang takluk dan takut dengan perusahaan pelanggar lingkungan. Gubernur Sumsel diam dan tidak bereaksi ataupun memberi respon terhadap aspirasi kami dan aspirasi kawan pegiat lingkungan lain yang terus memperjuangkan kelestarian lingkungan untuk masyarakat Sumsel," ujarnya.(Hartanto)